Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jadi Kuwu Itu Harus Siap Dicaci dan Dibenci?

Jadi Kuwu Itu Harus Siap Dicaci dan Dibenci?

Sebaik-baik manusia mana yang tak pernah tidak disukai manusia lain? 

Searif bijaksana raja kerajaan mana yang tak punya musuh? 

Sesetia-setia kawan siapa yang tak pernah dicibirkan oleh kawannya sendiri? 

Dan sesempurna sikap pemimpin mana yang tak pernah dibenci dan dicaci oleh kolega dan rakyatnya sendiri? 

"Pemimpin itu dicintai dan dibenci, sekaligus pula dipuji dan dicaci".

Sebuah kebohongan besar apabila seorang pemimpin mengaku bahwa dirinya telah berhasil menjadi seorang pemimpin yang tidak otoriter.

Sehingga disegani semua orang dan menjadi suri tauladan bagi orang-orang yang berada dibawah pimpinannya. 

Padahal sebaik-baik orang biasa saja pasti ada orang lain yang tidak suka. 

Apalagi dengan sosok pemimpin yang menjadi public figure bagi orang yang mereka pimpin?

Bahkan bahasa tubuh, gerak-gerik seorang pemimpin itu diamati oleh orang lain, sedangkan “kaca mata” setiap orang itu berbeda-beda penafsirannya. 

Maka dari itu suatu kewajaran apabila pemimpin dicibirkan, dicaci maki, dibenci oleh beberapa orang atau bahkan sekelompok orang.

Jika hal itu terjadi ada beberapa indikasi khusus yang melatarbelakanginya. 

Pertama, karena mereka tidak suka terhadap keberhasilan kita menjadi seorang pemimpin. 

Hal ini dapat terjadi mungkin karena mereka menganggap bahwa kita menjadi rivalnya. 

Kedua, karena mereka tidak suka terhadap gaya kepemimpinan kita. 

Gaya kepemimpinan yang kita terapkan akan dinilai oleh orang yang kita pimpin. 

Dan karena penilaian orang itu beraneka ragam maka pasti akan muncul golongan-golongan orang yang bersikap berontak terhadap kepemimpinan kita. 

Ketiga, karena kita melakukan kesalahan. 

Ibarat pepatah “nila setitik merusak susu sebelanga”, kesalahan yang sedikit saja dari seorang pemimpin akan merusak persepsi baik yang telah dibangun dalam waktu yang lama. 

“Pemimpin itu kalau benar belum tentu dipuji, sedangkan kalo salah pasti dicaci”.

Begitu keluh kesah beberapa pemimpin yang terdengar belakangan ini. 

Memang benar sekali, ketika seorang pemimpin memperoleh keberhasilan dalam mengelola lembaga yang ia pimpin.

Itu dianggap sebagai sebuah kewajaran, namun ketika mereka melakukan satu kegagalan saja, mereka secara otomatis akan mendapatkan cacian.

Keterpurukan akan datang kapan saja kepada seorang pemimpin apabila mereka tidak benar-benar mempersiapkan diri terhadap psikologisnya. 

Keluar dari sekelumit masalah diatas, pertanyaannya sekarang apakah mereka yang mencaci maki kepemimpinan kita itu mampu duduk menggantikan posisi kita dan mampu memimpin dengan cara yang lebih baik? 

Sebuah omong kosong apabila mereka hanya mencaci tapi pikiran mereka tidak pernah dicuci. 

Dari pernyataan itu, omongan mereka saja tidak dapat dipertanggungjawabkan. 

Apalagi dengan kepemimpinan mereka nantinya. 

Mereka saja tidak dapat memimpin dirinya sendiri, bagaimana mereka memimpin orang lain.

Apabila uraian diatas benar-benar ditelaah, dapat menjadi introspeksi dan kekuatan baru bagi jiwa kita. 

Introspeksi bagi para pemimpin yang sedang dipimpin dan kekuatan baru bagi para pemimpin yang berada dalam jeruji cacian. 

Mengapa demikian? 

Introspeksi bagi orang-orang yang biasa mencaci kepemimpinan orang lain.

Apakah diri kalian bisa melakukan lebih dari orang yang anda caci? 

Dan sebuah kekuatan baru bagi para pemimpin karna ini adalah bagian dari dinamika kepemimpinan anda yang harus anda lewati.

Bukan saatnya hanya desas desus untuk menilai kepemimpinan orang lain.

Tapi saatnya mempersiapkan diri menjadi pemimpin bagi orang lain.

Posting Komentar untuk "Jadi Kuwu Itu Harus Siap Dicaci dan Dibenci?"